Rabu, 06 November 2013

Tugas 3 - studi kasus pelanggaran etika

STUDI KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI
SUAP PAJAK PADA PT EASMAN CHRISTENSEN


Disusun oleh :
1.      Anggun Eka Wardani               (20210851)
2.      Dea Dara Mutia                         (21210711)
3.      Desta Yusan KP                         (21210851)
4.      Resya Nurul Pasha                    (25210775)
5.      Rifqi Faizah                                (28210979)
4EB17
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
PENDAHULUAN
            Merupakan rahasia umum bahwa penyuapan seakan menjadi hal yang lumrah di masa kini. Pelanggaran yang dilakukan demi keberlangsungan hidup perusahaan yang semakin baik sering terjadi. Tidak menutup kemungkinan pula terjadi pada anak perusahaan Amerika di Indonesia.
September Tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono terbukti menyuap aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Untuk menyiasati pengeluaran ini, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Eastman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Kasus penyuapan pajak ini terkuak dari Penasihat Anti Suap Baker yang khawatir dengan perilaku anak perusahaannya. Maka, untuk mengantisipasi resiko risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat para eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi untuk perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, oleh karena permohonan Baker dan itikad baiknya telah melaporkan kasus ini secara sukarela, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
LANDASAN TEORI
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat di ukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi termasuk dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan menurut Arens Loebbecke (1996:1).
Secara umum pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit adalah proses secara sistematis yang dilakukan oleh orang berkompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Dalam melaksanakan audit faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah:
  1. Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut.
  2. Penetapan intetitas ekonomi dan periode waktu yang di audit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.
  3. Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit.
  4. Kemampuan auditor memahami kriteria yang di gunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
PEMBAHASAN
            Amerika Serikat memiliki undang-undang yang mengatur perilaku perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara lain. Mereka sangat melarang perusahaan Amerika untuk terlibat dalam  korupsi termasuk penyuapan di negara lain. Undang-undang yang bernama Foreign Corrupt Practice Act (FCPA) ini telah berlaku sejak tahun 1977 dan paling tidak membantu negara lain tempat korupsi tumbuh subur untuk memberantas korupsi, kalau negara tersebut mau, tentunya. Sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar UU ini cukup berat. Keringanan diberikan kepada perusahaan yang secara sukarela melaporkan tindakan korupsi yang dilakukan ke Departemen Kehakiman (DoJ) dan Pengawas Pasar Modal (SEC).
            Penyuapan yang dilakukan oleh eksekutif Baker Hughes Inc, sebuah perusahaan peralatan pengeboran minyak bumi, pada tahun 1999. Baker Hughes Inc menyuap aparat  pajak Indonesia sebesar $75.000 agar anak perusahaannya di Indonesia, yaitu PT Eastman Christensen, memperoleh pengurangan pajak sebesar US$ 3 juta, dari US$ 3.200.000 menjadi US$270.000.
Penyuapan tidak dilakukan sendiri oleh Baker Hughes Inc, melainkan dengan bantuan konsultan pajak mereka yaitu KPMG-SSH, salah satu kantor akuntan terbesar di dunia. Uang penyuapan dimasukkan sebagai bagian dari tagihan KPMG-SSH atas jasa konsultasi yang diberikan. Total tagihan sebesar US$143.000 terdiri dari US$ 75.000 sebagai uang suap dan US$ 68.000 sebagai uang jasa konsultasi yang sebenarnya.
Setelah melakukan penyuapan, penasehat anti suap Baker Hughes Inc melihat risiko yang besar bagi perusahaan jika sampai diketahui melakukan penyuapan. Oleh karena itu, mereka kemudian melaporkan secara sukarela kasus ini kepada SEC dan memecat para eksekutif yang terlibat dalam penyuapan ini. Pada tahun 2001 Baker Hughes Inc menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan dengan membayar denda dan dengan demikian pihak-pihak yang terkait tidak terungkap di pengadilan.
Di Indonesia sendiri, berita mengenai tindak lanjut atas penyuapan aparat pajak ini tidak diperoleh.
Kasus suap pajak ini seharusnya tidak boleh terjadi, apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan menerapkan etika secara mendalam dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Sebuah kasus ironis, oleh karena pengungkapannya justru dilakukan oleh pemegang otoritas pasar modal Amerika Serikat (SEC).
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono juga melibatkan kantor akuntan publik yang dinilai terlalu memihak kepada kliennya. Pada kasus ini, prinsip- prinsip yang dilanggar yaitu antara lain:
  1. Prinsip integritas. Akuntan yang telah berusaha menyuap untuk kepentingan klien seperti pada kasus di atas dapat dikatakan tidak jujur dan tidak adil dalam melaksanakan tugasnya. Selain prinsip tersebut, akuntan juga telah melanggar prinsip obyektivitas hingga ia bersedia melakukan kecurangan. Di sini terihat bahwa ia telah mengabaikan integritasnya sebagai akuntan publik.
  2. Prinsip Obyektifitas.Dalam hal ini KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono bersikap tidak objektif, karena cenderung berat sebelah untuk membela kepentingan kliennya, PT Eastman Christensen agar mendapatkan keringanan pembayaran pajak, dan kemudian akuntan mengusulkan pada PT Eastman Christensen untuk menyuap pejabat pajak Indonesia. Hasilnya adalah kewajiban pajak yang seharusnya $3,2 juta menyusut menjadi hanya $270 ribu saja.
  3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional. Dalam hal ini, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono tidak berlaku dengan hati-hati karena tidak mempertimbangkan efek buruk yang terjadi atas tindakan yang dilakukannya, yaitu kerugian yang harus ditanggung oleh negara demi keuntungan kliennya dan kelangsungan jasa akuntannya agar digunakan terus oleh kliennya, PT Eastman Christensen. Kemahiran profesionalnya tidak digunakan untuk tindakan yang positif, tetapi mengarah ke perbuatan negatif, yaitu mengelabuhi, mengakali, dan menyuap petugas pajak, sehingga hal tersebut jelas dinilai sangat tidak professional.
  4. Prinsip Perilaku Profesional. Dalam hal ini, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono jelas-jelas melanggar prinsip-prinsip profesional, karena:
·         Menyarankan hal yang tidak seharusnya dilakukan kepada kliennya, yaitu melakukan penyuapan demi mendapatkan keringanan pembayaran pajak.
·         Bersekongkol dengan pihak ketiga (petugas pajak) untuk kepentingan klien dan organisasinya, yang berakibat pada kerugian negara dari sektor pajak.
·         Tindakan yang dilakukan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono berkaitan dengan hal-hal benturan kepentingan.
KESIMPULAN
Kasus yang dilakukan oleh KPMG-Siddharta Siriddharta & Harsono terhadap kliennya PT. Eastman Christensen telah melanggar prinsip-prinsip etika yang digariskan dalam kode etik akuntansi, yaitu prinsip integritas, objektivitas, Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional, dan prinsip perilaku profesional. Tindakan menyarankan klien untuk menyuap petugas pajak merupakan tindakan yang tidak etis bagi seorang akuntan, dimana seorang akuntan seharusnya bertindak jujur dan mengikuti kaidah-kaidah yang ada, termasuk mengatur kewajiban tentang pajak.
Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya. Akan kesalahannya itu, KPMG-Siddharta Siriddharta & Harsono dan Baker nyaris terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, A. A., dan Loebbecke, J. K. (1996). Auditing, buku-1. Diterjemahkan oleh Amir. Abadi Jusuf. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Bayles, Michael D. 1981. Professional Ethics, California: Wadsworth Publishing Company.
Behrman, J.N. 1988. Essays on Ethics in Business and the Professions. Prentice Hall.
Jusup, Al Haryono, 2001, Auditing (Pengauditan), Yogyakarta : STIE YKPN.
Sihwahjoeni dan M.Gudono, 2000, Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3, No.2, Juli : 168-184. 
Novita Sari Putri Piliang, December 5, 2012.  Etika Profesional Sebagai Prinsip-Prinsip Moral Akuntan Publik, http://novitasariputripiliang.wordpress.com/2012/12/05/etika-profesional-sebagai-prinsip-prinsip-moral-akuntan-publik/, diakses tanggal 5 November 2013.

Jumat, 18 Oktober 2013

TUGAS 2


ETIKA PROFESI ADVOKAT DI INDONESIA
Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

A. Pengertian Advokat
Pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.
 B. Tugas Advokat
Tugas-tugas Advokat antara lain ; 
1) Memberikan pelayanan hukum  ( Legal Services ) 
2)  Memberikan  nasehat hukum (  Legal Advise ) 
3)  Memberikan konsultasi hukum
4)  Memberikan pendapat hukum ( Legal Opinion )
5) Menyusun kontrak-kontrak ( Legal Drafting )
6)  Memberikan informasi-informasi hukum
7)  Membela kepentingan dan mewakili klien  di dalam atau  di  luar  pengadilan 
8)  Memberikan bantuan hukum  dengan cuma-cuma  kepada rakyat  yang lemah dan tidak  mampu  ( Legal  Aid )
C. Kode Etik Advokat
Advokat dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan (lihat pasal 15 UU Advokat). Kemudian, di dalam pasal 26 ayat (2) UU Advokat juga diatur bahwa advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Pasal 4 huruf h KEAI menyatakan bahwa advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan klien itu. Jadi, kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan klien tetap ada walaupun advokat tersebut telah mundur sebagai kuasa hukum anda atau setelah berakhir hubungan advokat-klien.
 Ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik, yaitu :
(1)  menjaga dan  meningkatkan kualitas moral;
(2)  menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis;
(3) melindungi kesejahteraan materiil para pengemban profesi. Kesemua maksud tersebut bergantung dengan prasyarat utama yaitu menimbulkan kepatuhan bagi yang terikat oleh kode etik.
 Kode Etik Advokat Indonesia, Pasal 2 yang menyebutkan :” Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran yang dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya
 Pada saat menjalankan tugasnya seorang advokat memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban seorang advokat adalah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai Kode Etik Advokat Indonesia dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Hubungan antara advokat dan kliennya dipandang dari advokat sebagai officer of the court, yang mempunyai dua konsekuensi yuridis, sebagai berikut :
  1. Pengadilan akan memantau bahkan memaksakan agar advokat selalu tunduk pada ketentuan Undang – Undang atau berperilaku yang patut dan pantas terhadap kliennya.
  2. Karena advokat harus membela kliennya semaksimal mungkin , maka advokat harus hati-hati dan tunduk sepenuhnya kepada aturan hukum yang berlaku.
Selain itu, untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. UU Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi Advokat. Ketentuan Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
1.      mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
  1. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
  2. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
  3. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
  4. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan dan atau perbuatan tercela;
  5. melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat                                      
Jenis-jenis  etika pada Advokat :                                                                              
1.      Etika Kepribadian Advokat.
Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur, dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik advokat serta sumpah jabatannya (Pasal 2 Kode Etik Advokat)
Etika Kepribadian Advokat juga ditegaskan dalam Pasal 3 Kode Etik Advokat bahwa :
a) Advokat dapat menolak untuk memberikan nasihat dan bantuan hukum karena pertimbangan  keahlian dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan atau kedudukan sosialnya.
b)   Tidak semata-mata mencari imbalan material, tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, keadilan, dan kebenaran.
c) Bekerja dengan bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib menjujung tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum Indonesia.
d) Memegang teguh rasa solidaritas sesama advokat dan wajib membela secara cuma-cuma teman sejawat yang yang diduga atau didakwa dalam perkara pidana.
e) Wajib memberikan bantuan hukum dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.
f) Tidak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan derajat dan martabat advokat,
g) Wajib senantiasa menjungjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile )
h)  Dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak, tetapi wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat.
i) Advokat yang diangkat untuk menduduki suatu jabatan negara ( Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif ) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.
2.   Etika Hubungan Dengan  Klien.
Bahwa sejatinya advokat juga harus menjaga etika dengan kliennya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yang menyatakan hal-hal sebagai berikut :
a)    Advokat dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b)   Tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c)    Tidak dibenarkan memberikan jaminan bahwa perkaranya akan menang
d)     Dalam menentukan honorarium, Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien
e)    Tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f)     Dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti perkara yang menerima imbalan jasa.
g)    Harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h)    Memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan kepadanya dan sampai berakhirnya hubungan antara Advokat dank klien itu.
i)     Tidak diperkenankan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat itu dapat menimbulkan kerugia terhadap kliennya.
j)     Harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan bersama dua pihak atau lebih yang menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan
k)    Hak retensi terhadap Klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan kliennya.
1.3. Hubungan Dengan Teman Sejawat.
Etika dengan teman sejawat juga diatur dalam kode etik advokat. Hubungan dengan teman sejawat ditegaskan dalam Pasal 5 Kode Etik Advokat yang menerangkan :
a)    Saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
b)   Dalam persidangan hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik scara lisan maupun tertulis.
c)    Keberatan-keberatan tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d)    Tidak diperkenankan untuk merebut seorang klien dari teman sejawat
e)    Apabila Klien menghendaki mengganti advokat, maka advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada advokat semula dan berkewajiban mengingatkan kliennya untuk memenuhi kewajibannnya apabila masih ada terhadap advokat semula.
f)     Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap advokat yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara ini, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap Klien tersebut.
Sedangkan khusus bagi advokat asing yang bekerja di Indonesia atau Advokat asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yag berlaku menjalankan profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik yang ada.
1.4. Etika Cara Bertindak menangani Perkara
Dalam menjalankan profesinya, seorang Advokat juga memiliki kode etik yang harus dipatuhi. Adapun etika cara bertindak menangai perkara sesuai dengan Pasal 7 Kode Etik adalah :
a)    Surat-surat yang dikirim oleh advokat kepada teman-teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhkan catatan “sans Prejudice”
b)   Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar advokat, tetapi tidak berhasil , tidak dibenarkan untuk dijadikan alat bukti di pengadilan
c)    Dalam perkara yang sedang berjalan advokat tidak dapat menghubungi hakim tanpa adanya pihak lawan dalam perkara perdata ataupun tanpa jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
d)    Advokat tidak dibenarkan mengajari atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut Umum daam perkara pidana.
e)    Apabila mengetahui bahwa seseorang telah menunjuk advokat maka hubunga dengan orang itu hanya dapat dilakukan melalui advokat tersebut.
f)     Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan yang menjadi tanggung jawabnya, yang dikemukanka secara proporsional dan tidak berlebihan dan untuk itu advokat memiliki hak imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
g)    Advokat wajib untuk memberikan bantuan hukum Cuma-Cuma bagi orang yang tidak mampu.
h)    Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.


     Poin-poin penting yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah :
  1. Kode etik advokat secara jelas tertera dalam Undang-undang
  2. Advokat harus mengutamakan kode etik moral yang berlaku
  3. Advokat harus melayani klien sebaik mungkin dan dapat menjaga kerahasiaan klien
  4. Advokat dapat mundur membela klien dengan alasan yang logis dan sesuai kesepakatan bersama
  5.  Advokat berhenti namun mendukung pihak lawan adalah perilaku melanggar kode etik
  6. Advokat yang baik adalah yang mampu mengontrol emosinya
  7.  Advokat tidak diperkenankan menuntut biaya yang diluar batas kemampuan                                                                                                                         
SUMBER :