Rabu, 06 November 2013

Tugas 3 - studi kasus pelanggaran etika

STUDI KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI
SUAP PAJAK PADA PT EASMAN CHRISTENSEN


Disusun oleh :
1.      Anggun Eka Wardani               (20210851)
2.      Dea Dara Mutia                         (21210711)
3.      Desta Yusan KP                         (21210851)
4.      Resya Nurul Pasha                    (25210775)
5.      Rifqi Faizah                                (28210979)
4EB17
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
PENDAHULUAN
            Merupakan rahasia umum bahwa penyuapan seakan menjadi hal yang lumrah di masa kini. Pelanggaran yang dilakukan demi keberlangsungan hidup perusahaan yang semakin baik sering terjadi. Tidak menutup kemungkinan pula terjadi pada anak perusahaan Amerika di Indonesia.
September Tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono terbukti menyuap aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Untuk menyiasati pengeluaran ini, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Eastman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Kasus penyuapan pajak ini terkuak dari Penasihat Anti Suap Baker yang khawatir dengan perilaku anak perusahaannya. Maka, untuk mengantisipasi resiko risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat para eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi untuk perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, oleh karena permohonan Baker dan itikad baiknya telah melaporkan kasus ini secara sukarela, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
LANDASAN TEORI
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat di ukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi termasuk dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan menurut Arens Loebbecke (1996:1).
Secara umum pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit adalah proses secara sistematis yang dilakukan oleh orang berkompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Dalam melaksanakan audit faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah:
  1. Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut.
  2. Penetapan intetitas ekonomi dan periode waktu yang di audit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.
  3. Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit.
  4. Kemampuan auditor memahami kriteria yang di gunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
PEMBAHASAN
            Amerika Serikat memiliki undang-undang yang mengatur perilaku perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara lain. Mereka sangat melarang perusahaan Amerika untuk terlibat dalam  korupsi termasuk penyuapan di negara lain. Undang-undang yang bernama Foreign Corrupt Practice Act (FCPA) ini telah berlaku sejak tahun 1977 dan paling tidak membantu negara lain tempat korupsi tumbuh subur untuk memberantas korupsi, kalau negara tersebut mau, tentunya. Sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar UU ini cukup berat. Keringanan diberikan kepada perusahaan yang secara sukarela melaporkan tindakan korupsi yang dilakukan ke Departemen Kehakiman (DoJ) dan Pengawas Pasar Modal (SEC).
            Penyuapan yang dilakukan oleh eksekutif Baker Hughes Inc, sebuah perusahaan peralatan pengeboran minyak bumi, pada tahun 1999. Baker Hughes Inc menyuap aparat  pajak Indonesia sebesar $75.000 agar anak perusahaannya di Indonesia, yaitu PT Eastman Christensen, memperoleh pengurangan pajak sebesar US$ 3 juta, dari US$ 3.200.000 menjadi US$270.000.
Penyuapan tidak dilakukan sendiri oleh Baker Hughes Inc, melainkan dengan bantuan konsultan pajak mereka yaitu KPMG-SSH, salah satu kantor akuntan terbesar di dunia. Uang penyuapan dimasukkan sebagai bagian dari tagihan KPMG-SSH atas jasa konsultasi yang diberikan. Total tagihan sebesar US$143.000 terdiri dari US$ 75.000 sebagai uang suap dan US$ 68.000 sebagai uang jasa konsultasi yang sebenarnya.
Setelah melakukan penyuapan, penasehat anti suap Baker Hughes Inc melihat risiko yang besar bagi perusahaan jika sampai diketahui melakukan penyuapan. Oleh karena itu, mereka kemudian melaporkan secara sukarela kasus ini kepada SEC dan memecat para eksekutif yang terlibat dalam penyuapan ini. Pada tahun 2001 Baker Hughes Inc menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan dengan membayar denda dan dengan demikian pihak-pihak yang terkait tidak terungkap di pengadilan.
Di Indonesia sendiri, berita mengenai tindak lanjut atas penyuapan aparat pajak ini tidak diperoleh.
Kasus suap pajak ini seharusnya tidak boleh terjadi, apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan menerapkan etika secara mendalam dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Sebuah kasus ironis, oleh karena pengungkapannya justru dilakukan oleh pemegang otoritas pasar modal Amerika Serikat (SEC).
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono juga melibatkan kantor akuntan publik yang dinilai terlalu memihak kepada kliennya. Pada kasus ini, prinsip- prinsip yang dilanggar yaitu antara lain:
  1. Prinsip integritas. Akuntan yang telah berusaha menyuap untuk kepentingan klien seperti pada kasus di atas dapat dikatakan tidak jujur dan tidak adil dalam melaksanakan tugasnya. Selain prinsip tersebut, akuntan juga telah melanggar prinsip obyektivitas hingga ia bersedia melakukan kecurangan. Di sini terihat bahwa ia telah mengabaikan integritasnya sebagai akuntan publik.
  2. Prinsip Obyektifitas.Dalam hal ini KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono bersikap tidak objektif, karena cenderung berat sebelah untuk membela kepentingan kliennya, PT Eastman Christensen agar mendapatkan keringanan pembayaran pajak, dan kemudian akuntan mengusulkan pada PT Eastman Christensen untuk menyuap pejabat pajak Indonesia. Hasilnya adalah kewajiban pajak yang seharusnya $3,2 juta menyusut menjadi hanya $270 ribu saja.
  3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional. Dalam hal ini, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono tidak berlaku dengan hati-hati karena tidak mempertimbangkan efek buruk yang terjadi atas tindakan yang dilakukannya, yaitu kerugian yang harus ditanggung oleh negara demi keuntungan kliennya dan kelangsungan jasa akuntannya agar digunakan terus oleh kliennya, PT Eastman Christensen. Kemahiran profesionalnya tidak digunakan untuk tindakan yang positif, tetapi mengarah ke perbuatan negatif, yaitu mengelabuhi, mengakali, dan menyuap petugas pajak, sehingga hal tersebut jelas dinilai sangat tidak professional.
  4. Prinsip Perilaku Profesional. Dalam hal ini, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono jelas-jelas melanggar prinsip-prinsip profesional, karena:
·         Menyarankan hal yang tidak seharusnya dilakukan kepada kliennya, yaitu melakukan penyuapan demi mendapatkan keringanan pembayaran pajak.
·         Bersekongkol dengan pihak ketiga (petugas pajak) untuk kepentingan klien dan organisasinya, yang berakibat pada kerugian negara dari sektor pajak.
·         Tindakan yang dilakukan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono berkaitan dengan hal-hal benturan kepentingan.
KESIMPULAN
Kasus yang dilakukan oleh KPMG-Siddharta Siriddharta & Harsono terhadap kliennya PT. Eastman Christensen telah melanggar prinsip-prinsip etika yang digariskan dalam kode etik akuntansi, yaitu prinsip integritas, objektivitas, Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional, dan prinsip perilaku profesional. Tindakan menyarankan klien untuk menyuap petugas pajak merupakan tindakan yang tidak etis bagi seorang akuntan, dimana seorang akuntan seharusnya bertindak jujur dan mengikuti kaidah-kaidah yang ada, termasuk mengatur kewajiban tentang pajak.
Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya. Akan kesalahannya itu, KPMG-Siddharta Siriddharta & Harsono dan Baker nyaris terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, A. A., dan Loebbecke, J. K. (1996). Auditing, buku-1. Diterjemahkan oleh Amir. Abadi Jusuf. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Bayles, Michael D. 1981. Professional Ethics, California: Wadsworth Publishing Company.
Behrman, J.N. 1988. Essays on Ethics in Business and the Professions. Prentice Hall.
Jusup, Al Haryono, 2001, Auditing (Pengauditan), Yogyakarta : STIE YKPN.
Sihwahjoeni dan M.Gudono, 2000, Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3, No.2, Juli : 168-184. 
Novita Sari Putri Piliang, December 5, 2012.  Etika Profesional Sebagai Prinsip-Prinsip Moral Akuntan Publik, http://novitasariputripiliang.wordpress.com/2012/12/05/etika-profesional-sebagai-prinsip-prinsip-moral-akuntan-publik/, diakses tanggal 5 November 2013.