Selasa, 20 Maret 2012

MANFAAT KOPI

Manfaat Kopi

'Coffee Club' photo (c) 2009, anthony_p_c - license: http://creativecommons.org/licenses/by/2.0/Menurut Harvard Women’s Health, konsumsi kopi beberapa cangkir sehari dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2, pembentukan batu ginjal, kanker usus besar, penyakit parkinson, kerusakan fungsi hati (sirosis), penyakit jantung serta menghambat penurunan daya kognitif otak.
  • Diabetes. Dua puluh studi yang dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa kopi mengurangi risiko diabetes tipe 2 hingga 50%. Para peneliti menduga penyebabnya adalah asam klorogenik di dalam kopi berperan memperlambat penyerapan gula dalam pencernaan. Asam klorogenik juga merangsang pembentukan GLP-1, zat kimia yang meningkatkan insulin (hormon yang mengatur penyerapan gula ke dalam sel-sel). Zat lain dalam kopi yaitu trigonelin (pro vitamin B3) juga diduga membantu memperlambat penyerapan glukosa.
  • Kanker. Riset secara konsisten menunjukkan bahwa kopi mengurangi risiko kanker hati, kanker payudara dan kanker usus besar.
  • Sirosis. Kopi melindungi hati dari sirosis, terutama sirosis karena kecanduan alkohol.
  • Penyakit Parkinson. Para peminum kopi memiliki risiko terkena Parkinson setengah lebih rendah dibanding mereka yang tidak minum kopi.
  • Penyakit jantung dan stroke. Konsumsi kopi tidak meningkatkan risiko jantung dan stroke.  Sebaliknya, kopi justru sedikit mengurangi risiko stoke. Sebuah studi atas lebih dari 83.000 wanita berusia lebih dari 24 tahun menunjukkan mereka yang minum dua sampai tiga cangkir kopi sehari memiliki risiko terkena stroke 19% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak minum kopi. Studi terhadap sejumlah pria di Finlandia menunjukkan hasil yang sama.
  • Fungsi kognitif. Studi atas 4.197 wanita dan 2.820 pria di Perancis menunjukkan bahwa meminum setidaknya tiga cangkir kopi sehari dapat menghambat penurunan fungsi kognitif otak akibat penuaan hingga 33 persen pada wanita. Namun, manfaat yang sama tidak ditemukan pada pria. Hal ini mungkin karena wanita lebih peka terhadap kafein.

Efek Negatif Kopi

Namun demikian, kopi juga memiliki efek negatif. Kafein sebagai kandungan utama kopi bersifat stimulan yang mencandu. Kafein mempengaruhi sistem kardiovaskuler seperti peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Dampak negatif itu muncul bila Anda mengkonsumsinya secara berlebihan.
Bagi kebanyakan orang, minum dua sampai tiga cangkir kopi tidak memberikan dampak negatif. Meminum kopi dengan frekuensi lebih dari itu bisa menimbulkan jantung berdebar-debar, sulit tidur, kepala pusing dan gangguan lainnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang mengkonsumsi kopi agar tidak mengantuk–misalnya karena kekurangan tidur– disarankan agar konsumsinya disebar sepanjang hari.
Riset mengenai hubungan konsumsi kopi dengan keguguran kandungan tidak memberikan kesimpulan seragam. Tetapi, untuk amannya ibu hamil disarankan tidak minum lebih dari satu cangkir kopi sehari.

SUMBER : http://majalahkesehatan.com/

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BUKU I "Orang dan Keluarga"

nama    : Dea Dara Mutia
kelas    : 2EB17
npm      : 21210711

            Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. (WIKIPEDIA)
(Wetboek van Strafrecht)
(S. 1915-732 jis. S. 1917-497, 645, mb. 1 Januari 1918, s.d.u.t.
dg. UU No. 1/1946).
Anotasi:
Sebutan “Kitab Undang-undang Hukum Pidana” ini diberlakukan, diubah dan ditambah dg. UU No. 1/1946 (Berita Republik Indonesia II, 9). Undang-undang ini mengadakan perubahan/tambahan terhadap W.v.S. Ned. Ind., yaitu Hukum Pidana 8 Maret 1942; jadi bukan terhadap Hukum Pidana zaman Jepang, dan bukan pula terhadap W. v. S Ned. Ind. yang sudah diubah dan ditambah oleh pemerintah Belanda sesudah 1945 (S. 1945-135, S. 1946-76, S. 1947-180, S. 1948-169, S. 1949-1 dan 258). Kemudian diubah dan ditambah lagi, berturut turut dengan Undang-undang No. 20 / 1946, 8 / 1951, 8 / Drt /1955, 73/1958, 1/1960, 16/Prp/1960, 18/Prp/1960, 1/Pnps/1965, 7/1974, dan 4/1976.

B U K U P E R T A M A :  "ATURAN UMUM "ANAK DAN KELUARGA"

Bab XII - Keayahan dan asal keturunan anak-anak

Bagian 1
Anak-anak sah.
250. Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. (KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)
251. Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut: 1?. bila sebelum perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu; 2?. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya; 3?. bila anak itu dilahirkan tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)
252. Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa sejak hari ketiga ratus sampai keseratus delapan puluh sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan istrinya, baik karena keadaan terpisah, maupun karena sesuatu yang kebetulan saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)
253. Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd. 1965.)
254. Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti bahwa suaminya adalah ayah anak itu. Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak itu memperoleh kedudukan sebagai anak sah. (KUHPerd. 221, 242, 248, 1965.)
255. Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd. 106, 199.) (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
256. Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan si suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu: dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ; dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan terhadapnya.
Semua akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim. Bila si suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihat S. 1946-67.)
257. Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami. (KUHPerd. 259, 1979.)
258. Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut dalam pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta-benda si suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
259. Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan: (1) Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam pasal 256 sampai dengan 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan. (2) Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan oleh hakim karena jabatan.
260. Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)
261. Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (BS. 34.) Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)
262. Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena kekeluargaan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya. Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.) bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam hat pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104, 298 dst.) bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah; bahwa sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)
263. Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)
264. Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau seakan-akan dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal, maka asal-keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis; atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922; BS. 27.)
265. Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah atau si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
266. Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya; atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu. (KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)
267. Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)
268. Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan, sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa, lihat Chin. 1-1?g.) Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak boleh ditunda karena pemeriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP 529.)
269. Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si anak, tidak terkena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1967, 1986.)
270. Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa. (KUHPerd. 258, 883, 1058.)
271. Namun para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hati itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan. (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)
271a. (s.d.t. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan *79 perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2
Pengesahan anak-anak luar kawin
272. Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53, 61-9?.)
273. Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
274. Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Ov. 16; KUHPerd. 276; BS. 61-9?.)
275. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang: 1?. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan; 2?. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276, 278.)
276. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara. (KUHPerd. 290.)
277. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang tuanya maupun dengan surat pengesahan menurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)
278. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852dst.)
279. Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu. (KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3
Pengakuan anak-anak luar kawin
280. Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan ayah atau ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272 dst., 306, 319, 328, 363, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)
281. Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan. (Not. 37a.) Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada tepi akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41, 53, 61-9?.) Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada tepi akta kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada tepi akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
282. Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.) Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)
283. Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa mengurangi ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252 dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
284. (s.d.u. dg. S. 1896-108.)(1) Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.) Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.) Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan si ayah.
285. Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami-istri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari istrinya atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau istri itu maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Walaupun demikian, pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan, bila dari perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
286. Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst., 282.)
287. Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai dengan 288, 294 atau 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya, dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah anak itu. (KUHPerd. 252 dst.)
288. Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Dalam hal itu, si anak wajib membuktikan bahwa dia adalah anak yang dilahirkan ibu itu. Si anak tidak diperkenankan melakukan pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
289. Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam hal-hal di mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.

Bab XIII - Kekeluargaan sedarah dan semenda

290. Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang, di mana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut derajat. (KUHPerd. 30, 872 dst., 877.)
291. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan dari yang lain; garis menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
292. Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dari garis lurus ke atas. Yang pertama merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; yang terakhir adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852 dst., 857.)
293. Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
294. Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal yang sama dan terdekat, dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua, paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat, dan demikian seterusnya. (KUHPerd. 850.)
295. Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga
sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
296. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah. (KUHPerd. 293.)
297. Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari suami-istri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan. (KUHPerd. 30 dst., 199, 322-2, 323.)

A.    HUKUM KELUARGA
Hukum keluarga menurut doctrine adalah hukum yang mengatur perkawinan keturunan. Hukum keluarga menurut K.U.H.Perdata pada asasnya mengatur tentang:


·   Perkawinan
·   Akibat hukum dari perkawinan
·   Suami istri
·   mengenai diri/person suami istri
·   mengenai harta benda suami istri
   ·   anak
   ·   anggota keluaga yang lain
   ·   Hubungan antara wali dan pupilnya
   ·   Hubungan antara curator dengan Curandus
Termasuk hukum keluarga antara lain ialah:
a.      Kekuasaan Orangtua (Ouderlijk Macht)
b.      Perwalian (Voogdij)
c.       Pengampunan (Curatele)
d.      Pendewasaan (Handlichting)
e.       Orang yang hilang
 Asas-asas hukum keluarga
Di dalam hukum keluarga terdapat tiga asas, asas perkawinan, asas putusnya perkawinan,dan asas harta benda dalam perkawinan.
1.      Asas perkawinan
Sumber Hukum Keluarga tertulis:
a.       Kaidah-kaidah hukum yang bersumber dari undang-undang, yurisprodensi dan traktat.
b.      KUHPerdata.
c.       Peraturan perkawinan campuran.
d.      UU No.32./1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk, dsb.
Sumber Hukum Keluarga yang tidak tertulis:
1.      Asas monogami ( pasal 27 BW, pasal 3 UUP ) yang berbunyai:” Dalam waktu yang sama seorang lelaki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan hanya seorang suami ”.
2.      Undang-undang yang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata ( pasal 26 BW ) yang berbunyi:” Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan dimuka petugas kantor pencatatan sipil “.
3.      Perkawinan adalah suatu persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang prempuan dibidang hukum keluarga. Menurut pasal 28 asas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami istri, dengan demikian jelaslah kalau perkawinan itu adalah persetujuan.
4.      Perkawinan supaya dianggap sah, harus memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh undang-undang.
2.      Asas putusnya perkawinan
Ialah berakhirnya perkawinan yang dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh kematian, perceraian, atas putusan pengadilan. Menurut BW juga disebabkan tidak hadirnya suami istri selama 10 tahun, dan diikuti dengan perkawinan baru.
Alasan putusnya perkawinan:
·         Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, penjudi yang sukar untuk disembuhkan.
·         Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau diluar kemampuannya.
·         Salah satu pihak cacat badan atau penyakit sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Akibat putusnya perkawinan:
·         Baik suami istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya.
·         Bapak bertanggung jaawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya.
·         Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada istrinya.
3.      Asas harta benda dalam perkawinan
·         Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
·         Harta bawaan masing-masing dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah perkawinan dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang tidak ditentukan lain.
·         Bila perkawinan putus maka pembagian harta benda berdasarkan hukum masing-masing.
Pengaturan Mengenai Anak Dalam Perkawinan Campuran
Menurut Teori Hukum Perdata Internasional
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
Dalam sistem hukum Indonesia, Prof.Sudargo Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU Kewarganegaraan No.62 tahun 1958.
Kecondongan pada sistem hukum ayah demi kesatuan hukum, memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda dari ayah, lalu terjadi perpecahan dalam perkawinan tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan, terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.
Bila suami meninggal maka ia akan kehilangan sponsor dan otomatis keberadaannya di Indonesia menjadi tidak jelas Setiap kali melakukan perjalanan keluar negri memerlukan reentry permit yang permohonannya harus disetujui suami sebagai sponsor. Bila suami meninggal tanah hak milik yang diwariskan suami harus segera dialihkan dalam waktu satu tahun. Seorang wanita WNA tidak dapat bekerja kecuali dengan sponsor perusahaan
Menurut UU Kewarganegaraan Baru
  1. Pengaturan Mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran
Undang-Undang kewarganegaraan yang baru memuat asas-asas kewarganegaraan umum atau universal. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini sebagai berikut:
-          Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
-          Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
-          Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
-          Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan anak, maka hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu (apabila anak tersebut tidak punya hubungan hukum dengan ayahnya) tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan anak menjadi hilang.
2.      Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan Campuran
Berdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional peninggalan Hindia Belanda yaitu dianutnya prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati warga negara indonesia yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan status personalnya, tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik indonesia dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi indonesia yang termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.
B.     Kekeuasaan Orang Tua
Menurut KUHPer. kekuasaaan orangtua dibedakan atas kekuasaan orang tua terhadap diri anak, dan kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak.
A.    Kekuasaan Orang Tua Terhadap Diri Anak.
Kekuasaan orang tua terhadap diri anak adalah kewajiban untuk memberi pendidikan dan penghidupan kepada anaknya yang belum dewasa dan sebaliknya anak-anak dalam umur berapapun juga wajib menghormati dan segan kepada bapak dan ibunya. Apabila orang tua kehilangan hak untuk memangku kekuasaaan orang tua atau untuk menjadi wali maka hal ini tidak membebaskan mereka dari kewajiban memberi tunjangan-tunjangan dengan keseimbangan sesuai pendapatan mereka untuk membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak mereka. (pasal 298 KUH.Perata).
Pasal 299 KUH.Perdata mengatakan selama perkawinan bapak dan ibu berlangsung maka anak berada dibawah kekuasaan mereka selama kekuasaaan orang tua tidak dibebaskan atau dicabut /dipecat dari kekuasaaan mereka.
Dari pasal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Kekuasaan orang tua ada pada kedua orang tua.
2.      Kekuasaan orang tua ada selama perkawinan berlangsung.
3.      Kekuasaan orng tua ada pada orang tua selama tidak dibebaskan atau dicabut/dipecat dari mereka.
Kekuasaan orang tua dilakukan oleh bapak, jika bapak dibebaskan atau dipecat atau perpisahan meja dan ranjang si ibu yang melakukannya, jika si ibu inipun tidak dapat melakukan kekuasaan orang tua maka pengadilan akan mengangkat seorang wali ( ps. 300 KUH.Perdata )
Kekuasaan orang tua hanya terhadap anak sah saja. Terhadap anak luar kawin yang telah diakui adalah berada dibawah ( ps. 306 KUH. Perdata ).
B.  Kekuasaan Orang Tua Terhadap Harta SiAnak.
Kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak meliputi :
a. Pengurusan (het beheer)
Pengurusan harta benda anak bertujuan untuk mewakili anak untuk melakukan tindakan hukum oleh karena anak dianggap tidak cakap (on bekwaam). Seorang pemangku kekuasaan Orang tua terhadap anak yang belum dewasa mempunyai hak mengurus (baheer) atas harta benda anak itu (pasal 307 KUH.Perdata). Pemangku Kekuasaan orangtua wajib mengurus harta benda anaknya dan harus bertanggung jawab baik atas kepemilikan harta itupun atas hasil barang-barang yang mana ia perbolehkan menikmatinya.(pasal 308 KUH. Perdata)dan menurut pasal 309 KIH.Perdata ia tidak memindah tangankan harta kekayaan anak yang belum dewasa.
b.  Menikmati (het vruiht genot)
Orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian berhak menikmati segala hasil harta kekayaan anak-anaknya yang belum dewasa. Apabila orang tua tersebut dihentikan dari kekuasaan orang tua atau perwalian maka penikmatan itu beralih kepada orang yang menggantikannya ( pasal 311 KUH. Perdata ). Hak penikmatan tersebut adalah meliputi seluruh harta benda sianak,kecuali yang tersebut pasal 313 KUH.Perdata yaitu :
1)      Barang-barang yang diperoleh sianak dari hasil kerja dan usahanya sendiri.
2)      Barang-barang yang dihasilkan atau diwariskan dengan ketentuan bahwa si bapak tidak dapat menikmati hasilnya.
Hak penikmatan berakhir apabila:
1)      Matinya sianak ( pasal 314 KUH. Perdata )
2)      Anak menjadi dewasa.
3)      Pencabutan kekuasaan orang tua.
Berakhirnya kekuasaan orang tua.
1)      Pencabutan / pemecatan ( on tzet ) atau pembebasan ( onheven ) kekuasaan orang tua.
2)      Anak menjadi dewasa (meerderjaring ).
3)      Perkawinan bubar.
4)      Matinya si anak.
Pencabutan dan Pembebasan Kekuasaan Orang Tua.
Orang tua yang melaksanakan kekuasaan orang tua dapat dicabut /dipecat(onset) kekuasaannya tersebut apabila melakuakan hal-hal yang disebut pasal 319 a ayat 2 KUH. Perdata yaitu :
1)      telah menyalah gunakan kekuasaan orang tuanya atau terlalu mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih.
2)      berkelakuan buruk.
3)      telah mendapat hukuman karena sengaja turut serta melakukan kejahatan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam, kekuasaannya.
4)      telah mendapat hukuman karena kejahatan dalam bab.13,14,15,18,19,dan 20 KUH.Pidana yang dilakukan terhadap anak yang belum dewasa yang ada dalam kekuasaannya.
5)      telah mendapat hukuman badan 2 tahun lamanya atau lebih.
Pencabutan /pemecatan kekuasaan orang tua terjadi dengan putusan Hakim atas permintaan:
1)      Orang tua yang lain.
2)      Keluarga.
3)      Dewan Perwakilan.
4)      Kejaksaan.
Disamping pencabutan/pemecatan (onset) maka orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua atas permintaan dari Dewan Perwakilan atau tuntutan Jaksa dengan alasan sebagai berikut :
1)      tidak cakap.
2)      tidak mampu menunaikan kewajibannya memelihara dan mendidik anak-anaknya. (pasal 319 a ayat 1 KUH. Perdata).
Pencabutan dan Pembebasan Kekuasaan Orang Tua.
1)      Pencabutan, mengakibatkan hilangnya hak penikmatan hasil.
Pembebasan tidak menghilangkan hak menikmati hasil.
2)      Pencabutan, dilakukan atas permintaan dari orang tua yang lain,keluarga sedarah sampai derajat ke empat, Dewan Perwakilan dan Jaksa.
Pembebasan,hanya diminta oleh Dewan Perwakilan dan Jaksa.
3)   Pencabutan, dapat dilakukan terhadap orang tua masing-masing meski ia tidak nyata-nyata melakukan kekuasaan orang tua asal belum kehilangan kekuasaan orang tua.
sumber: http://zinkser.blogspot.com/2011/09/hukum-keluarga-yang-mengaturketurunan.html

Senin, 12 Maret 2012

aspek hukum dlam ekonomi

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Aspek Hukum Dalam Ekonomi Pengertian Hukum mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan .Para ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari berbagai sudut yang berlainan dan titik beratnya, Contohnya: 1. Menurut Van Kan Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. 2. Menurut Utrecht Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah. 3. Menurut Wiryono Kusumo Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Hukum memiliki beberapa unsur, yaitu : a. Adanya peraturan/ketentuan yang memaksa b. Berbentuk tertulis maupun tidak tertulis c. Mengatur kehidupan masyarakat d. Mempunyai sanksi. Peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat mempunyai dua bentuk yaitu tertulis dan tidak tertulis. Peraturan yang tertulis sering disebut perundang undangan tertulis atau hukum tertulis dan kebiasan-kebiasaan yang terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Sedang Peraturan yang tidak tertulis sering disebut hukum kebiasaan atau hukum adat. SUMBER-SUMBER HUKUM Beberapa pakar secara umum membedakan sumber-sumber hukum yang ada ke dalam (kriteria) sumber hukum materiil dan sumber hukum formal, namun terdapat pula beberapa pakar yang membedakan sumber-sumber hukum dalam kriteria yang lain, seperti : a. Menurut Edward Jenk , bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa ia sebut dengan istilah “forms of law” yaitu : 1. Statutory 2. Judiciary 3. Literaty b. Menurut G.W. Keeton , sumber hukum terbagi atas : 1. Binding sources (formal), yang terdiri : – Custom – Legislation; – Judicial precedents. 2. Persuasive sources (materiil), yang terdiri : – Principles of morality or equity – Professional opinion. Ditinjau dari segi bentuknya,hukum dapat dibedakan atas : 1. Hukum tertulis ( statute law, written law ) Hukum adalah peraturan mengikat yang sengaja dibuat agar kehidupan manusia bisa berjalan dengan baik dan rapi, dan setiap orang yang tidak tunduk pada hukum pasti ada ganjaran yang didapatinya. 2. Hukum tak tertulis ( unstatutery law, unwritten law ) Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Sumber-sumber Hukum Bisnis pada Aspek Hukum dalam Ekonomi Setidaknya ada empat sumber hukum bisnis pada aspek hukum dalam ekonomi, yaitu perundang-undangan, kontrak perusahaan, yurisprudensi, dan kebiasaan. Berikut masing-masing penjelasannya. 1. 1. Perundang-undangan Perundang-undangan dalam hal ini meliputi undang-undang peninggalan Hindia Belanda di Indonesia pada masa lampau, namun masih dianggap berlaku dan sah hingga saat ini berdasarkan atas peralihan UUD 1945, misalya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Selain itu juga perundang-undangan yang termaktub mengenai perusahaan di Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang terus dilaksanakan dan dikembangkan hingga saat ini. 1. 2. Kontrak Perusahaan Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui perdamaian, arbitase, atau pengadilan umum sekali pun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas. Tentunya kontrak perusahaan ini yang akan memberikan pertimbangan tertentu sekaligus secara jelas akan mempengaruhi putusan. Karena secara jelas semua menyangkut kontak dan ketentuannya telah tercantum dalam kontrak tersebut. 1. 3. Yurisprudensi Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban. Secara otomatis, yurisprudensi ini akan memberikan jaminan perlindungan atas kepentingan pihak-pihak, terutama bagi mereka yang berusaha di Indonesia. 1. 4. Kebiasaan Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal. Kebiasaan sebagai sumber hukum dapat diikuti pengusaha tatkala peraturan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban tidak tercantum dalam undang-undang dan perjanjian. Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang di kalangan pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai tujuan sesuai kesepakatan. Kebiasaan yang biasanya dapat menjadi acuan bagi perusahaan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Perbuatan yang bersifat perdata. 2. Mengenai hak serta kewajiban yang seharusnya dipenuhi. 3. Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatuhan yang ada. 4. Diterima oleh pihak-pihak secara sukarela karena telah dianggap sebagai hal yang logis dan patuh. 5. Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak.